Dugaan Korupsi Jembatan Waterfront City Kampar

JPU KPK Nyatakan Jefry Noor  Prioritas Utama

Jery Noer

PEKANBARU--(KIBLATRIAU.COM)-- Saat ini sudah ada dua terdakwa pada kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek pembangunan Jembatan Waterfront City Bangkinang, Kabupaten Kampar. 

Namun, dalam lanjutan pengusutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, bahwa masih ada pihak yang menjadi prioritas utama.

Menurut keterangan JPU KPK Ferdian Adi Nugroho SH, nama yang menjadi prioritas itu adalah Jefry Noer, merupakan mantan Bupati Kampar.

Sedangkan, dua terdakwa yang telah ditetapkan. Keduanya adalah Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Wika) Persero Tbk, I Ketut Suarbawa, dan Adnan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut.

Jalannya persidangan Jefry Noer disebut-sebut menerima uang suap dari PT Wika dengan besaran Rp1,5 miliar lebih. Di mana, dikatakan uang itu diterima dalam bentuk Dolar Amerika dan Rupiah. 

Belakangan, lelang proyek yang dimenangkan PT Wika itu bermasalah. Selanjutnya, diketahui kemudian ada peran Jefry Noer, sehingga PT Wika menang dalam proses lelang.

Ferdian Adi Nugroho SH sendiri mengakui, Jefry Noer menjadi prioritas pihaknya. Saat ini pun nama mantan Bupati Kampar itu, sudah masuk dalam jadwal pemeriksaan.

Adi juga belum mengetahui kapan waktu pemanggilan Jefry Noer ini. Namun, rencana pemanggilannya sudah masuk agenda. Dengan status sebagai saksi.

''Untuk jadwalnya akan kita diskusikan terlebih dahulu dengan teman-teman. Melihat persidangan seperti apa untuk saksinya,'' jelas Adi.

Dengan rencana agenda sidang pembuktian di persidangan berikutnya, pihaknya, sebut Adi, saat ini tengah mempersiapkan sejumlah saksi untuk dihadirkan. 

Sejauh ini, pihaknya juga belum menyusun, berapa saksi yang akan dihadirkan. Dia memprediksi, berkemungkinan saksi-saksi yang akan dipanggil antara 5 sampai 7 orang saksi per sidang. 

Menurut Adi, banyaknya saksi-saksi dalam persidangan ini, dikarenakan kasus yang ditangani terkait pengadaan barang dan jasa. 

''Fakta-faktanya banyak. Keterangannya banyak. Jadi kita tidak bisa memanggil terlalu banyak saksi per sidang,'' ulasnya.

Jalannya persidangan sebelumnya, dalam sidang pembacaan dakwaan, JPU KPK menyebut terdakwa Adnan bersama-sama dengan Jefry Noer selaku Bupati Kampar 2011-2016, Indra Pomi Nasution sebagai Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar dan terdakwa I Ketut Suarbawa, serta Firjan Taufa berstatus sebagai staf marketing PT Wika, telah atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum. 

Fakta yang muncul dalam dakwaan itu, diketahui adanya main mata, dari proses lelang hingga penetapan pemenang. 

Paska PT Wijaya Karya (Wika) ditetapkan sebagai pemenang lelang yang diumumkan pada 25 Mei 2015 dengan total nilai pembangunan Rp122 miliar. Afrudin Amga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) jembatan Water Front City, disebut-sebut menerima uang Rp10 juta dari PT Wika sekitar bulan Juni. 

Selanjutnya, PT Wika kembali menyetor uang jatah Rp100 juta kepada Fauzi selaku Ketua Pokja II yang diberikan melalui Firjan Taufa selaku staf marketing PT Wika di tahun 2015. 

Dalam prosesnya, uang tanda terimakasih itu diberikan dalam waktu tiga tahap, yakni medio September 2015 sebesar Rp75 juta. Kemudian, di bulan yang sama di Pekanbaru masing-masing Rp20 juta dan Rp5 juta. 

''Uang ini sebagai ucapan terima kasih telah memenangkan PT Wika,'' jelas JPU Ferdian. 

Tak lama kemudian, antara Jefry Noer selaku Bupati Kampar dengan DPRD Kampar, Ahmad Fikri, Sunardi, Muhammad Faisal dan Ramadhan. Lalu, melakukan penandatangan nota kesepatan tentang Pengikat Dana Anggaran Kegiatan Jamak untuk pembangunan Waterfront City. 

Barulah, PT Wika menyerahkan sejumlah uang kepada pimpinan DPRD Kampar pada Juni 2015. 

Oleh Firjan Taufa, uang yang diterimanya diserahkan kepada Indra Pomi Nasution selaku Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar, dengan nilai 20.000 dolar Amerika.

Penyerahan nya, diketahui dilakukan di depan Hotel Pangeran, Pekanbaru. Selanjutnya, uang tersebut diserahkan Indra Pomi kepada Wakil DPRD Kampar, Ramadhan di Jalan Arifin Ahmad-Simpang Jalan Rambutan. Oleh Ramadhan, uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi. 

Ternyata, setelah menerima uang muka 15 persen atau niliai bersih Rp15,5 miliar, PT Wika melalui Firjan Taufa dan atas sepengetahuan terdakwa I Ketut menyerahkan uang kepada Jefry Noer sebesar 25.000 dolar Amerika. 

''Penyerahan uang ini, di kediaman Bupati Kampar di Pekanbaru pada Juli 2015,'' ungkap Ferdian. 

Tak sampai disitu, dua Minggu kemudian. Uang 50.000 dolar Amerika kembali diterima Jefry Noer, di Pekanbaru. Uang itu, juga dari PT Wika, yang diterima oleh Indra Pomi. 

Setoran PT Wika, ternyata masih berlanjut. Sebanyak Rp100 juta kembali diterima Jefry Noer pada Agustus 2015, berlokasi di Purna MTQ, Pekanbaru. 

Kemudian, menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri tahun 2015, Jefry Noer kembali menerima setoran dengan besaran 35.000 dolar Amerika.

Untuk kalangan Legislatif, PT Wika disebut-sebut juga memberikan uang melalui Adnan kepada Firman Wahyudi selaku anggota DPRD Kampar periode 2014-2019. 

Setelahnya, pada bulan September-Oktober 2016 atau setelah pencarian termin VI untuk PT Wika. Giliran Indra Pomi menerima uang Rp100 juta, melalui sopirnya Heru untuk diberikan kepada Kholidah selaku Kepala BPKAD Kampar. 

''Uang itu, sebagai pengganti uang Kholidah yang telah menalangi untuk keperluan pribadi Ketua DPRD Kampar, Ahmad Fikri,'' tutur JPU KPK. 

Untuk Adnan, disebut-sebut juga menerima uang dari PT Wika sebesar Rp394 juta dalam kurun waktu 2015-2016. 

Jalur transaksinya, uang bernilai ratusan diserahkan oleh Bayu Cahya dan Firjan Taufa atas pengetahuan terdakwa I Ketut Suarbawa yang diserahkan secara bertahap setiap bulan untuk kepentingan terdakwa Adnan.

''Untuk uang Rp25 juta yang diterima saksi Fahrizal Efendi diserahkan melalui Bayu Cahya dan Firjan Taufa secara bertahap atas pengetahuan I Ketut Suarbawa,'' kata Adi. 

Dalam perkara dugaan korupsi ini, perbuatan terdakwa Adnan bersama-sama dengan Jefry Noer, Indra Pomi Nasution, terdakwa I Ketut Suarbawa dan Firjan Taufa bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 18 ayat 4 dan 5, Pasal 19 ayat 4, Pasal 56 ayat 10, Pasal 66 ayat 3, dan Pasal 95 ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. 

Penjelasan nya, perbuatan mereka turut memperkara terdakwa Adnan sebesar Rp394,6 juta, Fahrizal Efendi Rp25 juta, Afrudin Amga Rp10 juta, Fauzi Rp100 juta, Jefry Noer sebesar 110.000 dolar Amerika dan Rp100 juta, Ramadhan 20.000 dolar amerika, Firman Wahyudi Rp10 juta, serta memperkaya PT Wika sebesar Rp47,646 miliar. 

''Untuk terdakwa Adnan, terdakwa I Ketut Suarbawa, Jefry Noer, Indra Pomi Nasution, Firjan Taufa telah merugikan negara sebesar Rp50,016 miliar,'' pungkasnya. (Hd)


Berita Lainnya...

Tulis Komentar